Tuesday, January 24, 2017

SEJARAH DAN PERJUANGAN RAKYAT, SANTRI, DAN KYAI DALAM TRAGEDI 10 NOVEMBER

MAKALAH
‘PERJUANGAN NASIONALISME SANTRI, ULAMA, PEMUDA DAN MASYRAKAT SURABAYA SEBAGAI KEMERDEKAAN INDONESIA”
Untuk Memenuhi Tugas dengan Mata Kuliah
Komunikasi Massa
Yang diampuh oleh:
Dra. HJ. Faridatul Hanum, M,Kom,I

Oleh:
MIFTAHUL FAIZ
NIM:20148904110005




PRODI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM (KPI)
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT KEISLAMAN ABDULLAH FAQIH (INKAFA)
SUCI-MANYAR-GRESIK
V/2016-2017





BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Perang perlawanan rakyat indonesia disurabaya 1945 yang berpuncak hebat pada 28-30 oktober 1945 melawan tentara inggris yang hendak memaksakan kehendaknya, merupakan perang rakyat sebenarnya. Selanjutnya pemboman membabi buta pasukan sekutu pada 10 november 1945 yang dilakukan karena rakyat tidak sudi bertekuk lutut, telah menimbulkan korban ribuan rakyat tak berdosa dan kerusakan luar biasa. Peristiwa 10 november 1945 yang kemudian kita kenal sebagai hari pahlawan tidak dapat kita mengerti secara baik hanya dengan menceritakan bagian-bagiannya saja. Dengan demikian orang perlu mengambil pandangan yang pokok agar terjadi sambung pengertian, latar belakang kota surabaya dalam konteks masyarakat kolonial, sebagai kota marine, kota buruh, tidklah cukup untuk dapat mengerti arti pertempuran 10 november 1945.
Pada Episode kali ini, pemakalah mencoba untuk menjabarkan dan menguraikan sedikit tentang Sejarah, Indonesia,Kemerdekaan, Proses dan  Perjuangan Pemuda Surabaya, serta Santri, Ulama Nusantara.
B. RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana Sejarah 10 November 1945?
2.      Apa Peran Pemuda Surabaya Dalam Peristiwa Penjajahan Pada 10 November 1945?
3.      Bagaiamana Perjuangan Santri Dan Ulama Dalam Peperangan Pada 10 November 1945?
C. TUJUAN
1.      Lebih mengetahui dan memahami sejarah peristiwa Hari Pahlawan 10 November 1945
2.      Menambah wawasan pengetahuan Nasionalisme dalam pergolakan Kaum pemuda
3.      Mengilhami Kaum Santri sebagai pejuang pemberantas penjajahan kolonial dan Agent kemerdekaan Indonesia





BAB II
PEMBAHASAN

A.    HEROIK 10 NOVEMBER 1945
                        Peristiwa hari pahlawan itu tidak dilepaskan dari proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945, tidak dapat dipisah dengan perjuangan nasional untuk kemerdekaan indonesia, tetapi merupakan bagian dari rentetan sejarah. Kejadian 10 november 1945 itu besar karena menjadi bagian yang lebih besar yakni proklamasi kemerdekaan dan perjuangan kemerdekaan melawan kolonialisme. Hari pahlawan itu merupakan fenomena dari proses perjuangan kemerdekaan dan proklamasi, tidak ada proklamasi kemerdekaan tanpa perjuangan kemerdekaan sebelumnya.
kemerdekaan indonesia hasil dari volusi, revolusi agustus 1945, yang berlangsung sebentar yang mengubah kualitas negri jajahan menjadi negri merdeka. Kemerdekaan yang kita rebut sesuai dengan prinsip-prinsip yang tercantum dalam atlantic charter 1941[1] yang kemudian terdapat juga dalam pembukaan UUD 1945 , “ Bahwa sesungguhnya itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebabitu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanisiaan dan perikeadilan”. Maka tidak aneh jika para pemuda ketika melakukan aksi corat-coret dirubaya menyebut juga “ Atlantic Charter”.
Dengan adanya KMB maka revolusi menjadi gagal. Kemerdekaan hanya ada artinya jika dengan revolusi. Dengan adanya KMB dalam penyerahan kedaulatan yang datang kemudian ialah neo-kolonialisme yang berlangsung sapai saat ini. Secara formal kita merdeka, tetapi isinya dijajah, kemerdekaan semu, kemerdekaan yang memperbodoh rakyat, rakyat belum merdeka didalam republik indonesia yang sebagaimana disebutkanoleh bung karno, mka tidak akan ada kemekmuran bangsa. [2] Demikianlah pandangan tentang arti 10 november 1945 sebagai hari pahlawan dalam hubungannya dengan proklamasi kemerdekaan bangsa indonesia.
Dalam situasi seperti ini sekarang ini maka api 10 november telah padam, yang tinggal abunya. Tidak ada penjajah yang menyerahkan kemerdekaan dengan sukarela, kemerdekaan harus direbut sebagai yang sering ditekankan oleh bung karno sepenuhnya: bebas dalam politik, berdikari dalam ekonomi danberkepribadian dalam kebudayaan. Demikian Soemarsono. (Harsutejo, Soemarsono,Pemimpin Perlawanan Rakyat Surabaya 1945 Yang Dilupakan, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2010.)
                Bung Karno selalu menyebut revolusi belum selesai. Barangkali ini merupakan perbedaan terminologi, antara revolusi gagal dan revolusi belum selesai. Dalam persetujuan KMB Belanda dengan bantuan AS telah berhasil menekan utusan  Indonesia yang diketuai oleh Hatta untuk menerima tuntutan Belanda agar  utang-utang dalam dan luar negeri pemerintah jajahan Hindia Belanda  dibebankan kepada pihak Indonesia sebesar US$1,13 miliar (Kahin A & G McT  2001:40), suatu jumlah yang bukan alang-kepalang besarnya bagi Republik. Di  samping itu semua aset perusahaan asing kaum kapitalis penjajah yang telah  direbut rakyat harus dikembalikan kepada pemiliknya yang “sah”. Sejarawan  Hilmar Farid menyebut dua langkah ini sebagai keputusan absurd yang dilakukan  penguasa RI (Hilmar Farid dalam pengantar buku Soegiri DS, Demokrasi dan  Spektrum Kemerdekaan Indonesia, Hasta Mitra, 2003:8). Dikatakan olehnya  bahwa sejak itu maka imajinasi radikal tentang bangsa ini tenggelam dan diganti  oleh keangkuhan kuasa, orientasi ekonomi kapitalis dengan kesenjangan begitu  tasi ekonomi kapitalis dengan kesenjangan begitu  hebat (Idem 2003:7).
B.     MASA PENDUDUKAN JEPANG
                Di masa Jepang pada bulan Agustus 1944 saya dikirim ke Surabaya oleh Sukarni  sebagai pimpinan Indonesia Muda untuk membantu perjuangan di sana menyongsong proklamasi dengan payung pegawai perusahaan minyak BPM. Di BPM ketika itu  terdapat 20 pemuda yang berasal dari berbagai tempat untuk membantu perjuangan  di bawah pimpinan Djohan Sjahruzah, seorang intelektual yang simpatik dengan  orientasi Marxisme/sosialisme. Djohan Sjahruzah mula-mula tergabung dalam PNI  Pendidikan bersama Hatta dan Sjahrir. Djohan Sjahruzah seorang yang teguh  dengan ideologi yang baik serta dedikasi tinggi, ia berpengaruh di kalangan  mahasiswa. Dia ini pula sebenarnya organisator PNI Pendidikan. Kelak ia tergabung  ke dan menjadi Sekjen PSI bentukan Sutan Sjahrir yang pecah dengan Amir Sjarifuddin. Kata orang yang dekat dengan Djohan Sjahrusah, menilik pengabdian  dan ideologinya ia lebih pantas menjadi pemimpin PKI. Belakangan saya berhubungan dengan gerakan bawah tanah di Surabaya lewat  saluran Bung Widarta.[3] dari PKI ilegal dengan majalah bawah tanah bernama  Menara Merah yang berorientasikan Marxisme/Komunisme. Di samping itu majalah  ini juga memuat ulasan politik nasional dan internasional. Kemudian saya mulai  melakukan kontak dengan sejumlah kader gerakan di Tulungagung dan Blitar yang  kuat. Sementara itu Angkatan Muda Indonesia (AMI), organisasi resmi yang  diterima pihak Jepang di Surabaya dipimpin oleh Ruslan Abdulgani. Anggota  pimpinan yang lain ialah Sutomo atau Bung Tomo, saya menjadi anggota pengurus  tingkat kecamatan. Mereka menuntut kemerdekaan sekarang juga. Di pihak lain  terdapat gerakan yang tidak percaya pada Jepang, karena kemerdekaan bukan  sekedar dituntut, apalagi dihadiahkan, kemerdekaan harus direbut. Gerakan yang dipimpin Bung Widarta ini lebih menarik bagi saya. Mereka melakukan  langkah-langkah nyata dalam perlawanan terhadap Jepang. Hal ini berbeda dengan  gerakan Djohan Sjahruzah yang terbatas pada pendidikan di kalangan intelektual.  Gerakan Widarta lebih banyak melakukan aksi-aksi di kalangan kaum buruh,  melakukan gerakan anti-fasis dengan melakukan kegiatan sabotase di samping melakukanpendidikan politik lewat majalah berkala Menara Merah. Kami melakukan pendidikan politik untuk menyambut kemerdekaan yang telah kami perhitungkan  datangnya, ketika Jepang mengalami kejatuhan. Ideologi kemerdekaan ini berarti   kesediaan untuk mengorbankan jiwa raga guna merebut kemerdekaan dari penjajah,   sama sekali bukan berharap-harap hadiah mereka. Pada waktu yang sama para aktivis pemuda dan gerakan bawah tanah juga melakukan kegiatannya dalam berbagai organisasi yang dibangun Jepang guna menyongsong Indonesia Merdeka yang diyakini akan segera dapat diwujudkan  dengan jatuhnya Jepang yang juga sudah dalam perhitungan banyak pemimpin. Di  samping perlawanan gerakan di bawah tanah, selama pendudukan Jepang terjadi  juga sejumlah perlawanan bersenjata, di antaranya yang terkenal ialah  pemberontakan Peta Blitar pada 14 Februari 1945 di bawah pimpinan Supriadi. Di  bidang kesenian terjadi juga perlawanan sebagai dilakukan tokoh ludruk Surabaya  Cak Durasim yang tersohor dengan sindirannya terhadap Jepang maupun para  pemimpin yang membantu Jepang, Pegupon omahe doro, melok Nippon tambah soro (Pegupon rumah burung dara, ikut Nipon tambah sengsara) yang ditebus dengan  nyawa yang bersangkutan. Orang Jepang Pendukung Kemerdekaan Saya belum pernah membaca tulisan tentang adanya kelompok orang Jepang  yang terorganisasi yang sebenarnya mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia.  Menurut hemat saya, kelompok itu merupakan sel Partai Komunis Jepang yang  berada di dalam pemerintahan maupun bala tentara Jepang yang menduduki  Indonesia. Hal ini hanya saya ketahui dari pengalaman pribadi.[4]
`               Di masa pendudukan Jepang saya pernah melakukan pertemuan dengan seorang  militer Jepang berpangkat Sersan Mayor berdasarkan petunjuk yang diberikan  Widarta. Pada suatu kali saya harus mencari kertas untuk keperluan penerbitan  majalah bawah tanah Menara Merah. Saya bertanya, “Bagaimana caranya  mendapatkan kertas yang amat langka itu?” Dengan enteng dijawab oleh pimpinan,  “Ya dari kantor-kantor Jepang!” Wah ini sesuatu yang tidak masuk di akal saya,  bagaimana mungkin mengambil kertas, barang yang cukup langka itu dari kantor BPM  yang dijaga ketat pihak Jepang. Di masa itu kertasnya kertas merang, bentuknya  bukan dalam rim-riman tapi masih dalam gulungan besar seperti yang baru keluar  dari pabrik kertas. Bagaimana mungkin membawa kertas dalam gulungan besar  demikian keluar dari kantor yang dijaga tentara Jepang dengan aman tanpa mereka  ketahui? Ini benar-benar tidak mungkin! Ternyata jawabannya sesuatu yang tidak  pernah dipikirkan. Oleh pimpinan saya diberi mandat berupa selembar kertas yang dilinting seperti  rokok. Jika kertas tersebut dimasukkan ke dalam air maka akan terbaca di  dalamnya huruf huruf ‘CC Partai Komunis Indonesia (PKI)’ dengan tanda Paluarit.  “Jika kau menemui tentara Jepang yang dimaksudkan yang sedang menjadi kepala  jaga di BPM, dia pun akan menunjukkan kertas yang sama dengan tulisan ‘CC Partai   Komunis Jepang’, itulah kawan yang kita cari”. Saya bertemu dengan yang bersangkutan di kantor Hongbu (BPM), tempat saya  bekerja dengan perasaan agak ragu juga, sebab jika saya menemui orang yang salah,  bisa-bisa nyawa taruhannya. Kami berdua bertemu di sebuah ruangan kepala jagayang kosong di kantor itu sebagaimana telah diatur, kami saling menunjukkan kertas  yang dilinting itu dan kami masukkan ke dalam gelas berisi air yang telah disiapkan,  dan benar huruf-huruf dan simbol Paluarit itu timbul, lalu saya sampaikan bahwa  saya akan mengambil kertas dari kantor tersebut pada jam 14.00 siang. Dua becak  telah saya siapkan. Sebenarnyalah ketika melewati pintu gerbang masih ada  perasaan ngeri melihat tentara Jepang yang sedang berjaga dengan bayonet  terhunus. Ternyata dia hanya membalas hormat saya dan membiarkan saya pergi. Maka dua gulung besar kertas dalam dua becak pun keluar dari kantor dengan  pengawasan penjaga tentara Jepang. yang ternyata kawan bangsa Indonesia dari  Partai Komunis Jepang.  Kejadian ini membuat kepercayaan saya terhadap PKI kian membesar, PKI  merupakan satu-satunya gerakan yang mempunyai jaringan dengan gerakan  internasional melawan fasisme. Kejadian ini merupakan salah satu bentuk  manifestasi dari solidaritas internasional meskipun secara kecil-kecilan dalam arti  yang pernah bersinggungan dengan pengalaman langsung diri saya. Dari pengalaman  ini saya berkeyakinan bahwa kalau terjadi bentrokan dengan tentara Jepang maka  tidak akan terjadi pertumpahan darah besar-besaran, apalagi Jepang telah  menyerah, tak pelak tentu ada peranan yang telah dan akan dimainkan unsur-unsur  anti-fasisme dalam barisan tentara Jepang sendiri. Dalam perkembangan selanjutnya setelah kemerdekaan seorang panglima senior  Laksamana Shibata Yaichiro dari AL membuka gudang senjata di Embong Wungu  bagi para pemuda Indonesia.[5] Ketika ia menyerah kepada seorang kapten wakil  Sekutu pada 3 Oktober 1945, ia memerintahkan kepada anak buahnya untuk  menyerahkan senjata kepada pihak Republik yang akan bertanggungjawab terhadap sekutu[6].papar soemarno. Dia  menulis bahwa dalam kubu Jepang memang terdapat gerakan bawah tanah yang  membantu rakyat Indonesia. Hal demikian banyak terjadi juga di Tiongkok.  Saya mendengar di masa pemberontakan Peta Blitar, terdapat satu kompi  tentara Jepang yang dijebloskan ke penjara di Ambarawa karena komandannya  ternyata menjadi anggota gerakan anti-fasis. Menurut dugaan saya mereka itu  kebanyakan berada dalam jaringan yang dibangun oleh Partai Komunis Jepang.  Hal ini terjadi juga dengan Partai Komunis Belanda (CPN). Kita kenal kasus Piet  van Staveren, anggota CPN. Sebagai tentara Belanda kemudian dia  menyeberang ke RI menjelang agresi Belanda pertama (21 Juli 1947), bersama  saya ada di Madiun. Dengan nama Indonesia Pitojo, ia menjadi penyiar Radio  Gelora Pemuda Madiun dalam bahasa Belanda. Antara lain dia  mempropagandakan agar milisi di negeri Belanda tidak memerangi perjuangan  rakyat Indonesia. Dalam peristiwa Madiun ia ditangkap, dikirim kembali ke  negeri Belanda, di sana dijatuhi hukuman 7 tahun karena desersi .
                Sejarah Singkat Peristiwa Pertempuran 10 November 1945 Surabaya — Salah satu Peristiwa  Pertempuran Besar Bersejarah di Indonesia ini memang sangatlah menarik untuk di ulas kembali,  sebagai pengetahuan untuk mengenang bahwa memang sangatlah besar jasa para pahlawan  terdahulu dalam mempertahankan kemerdekaan Negara Indonesia. Pertempuran Surabaya merupakan peristiwa sejarah perang antara pihak tentara Indonesia dan  pasukan Belanda. Peristiwa besar ini terjadi pada tanggal 10 November 1945 di Kota Surabaya, Jawa  Timur. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah  Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam  sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia  terhadap kolonialisme.
                Pertempuran Surabaya melawan pasukan sekutu memang tidak dapat dilepaskan dari peristiwa yang  mendahuluinya, yaitu usaha perbutan kekuasaan dan senjata dari tangan Jepang yang dimulai sejak  tanggal 2 September 1945. Kejadian tersebut telah membangkitkan pergolakan sehingga menimbulkan situasi revolusi yang konfrontatif. Para pemuda berhasil memiliki senjata, dan pemerintah  memberikan dukungan terhadap tindakan yang mereka lakukan. Bahkan keduanya siap menghadapi  berbagai ancaman yang datang baik dari luar maupun dari dalam. Kedatangan Pasukan Sekutu di Surabaya Pada tanggal 25 Oktober 1945, pasukan Sekutu dari Brigade 49 di bawah pimpinan Brigadir Jenderal  A.W.S. Mallaby mendarat di Surabaya. Pasukan itu merupakan bagian dari Divisi ke-23 di bawah  pimpinan Jenderal D.C. Hawthorn. Mereka mendapat tugas dari Panglima AFNEI untuk melucuti  serdadu Jepang dan menyelamatkan para interniran Sekutu. Pemimpin pasukan Sekutu menemui  R.M. Suryo (pemegang pemerintahan Indonesia di Jawa Timur). Namun pemerintah Indonesia di  Jawa Timur merasa enggan menerima kedatangan mereka. Setelah diadakan pertemuan antara wakil  pemerintah Republik Indonesia dengan Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby, disepakati hal-hal berikut ini.
·         Inggris berjanji bahwa pada tentara mereka tidak terdapat angkatan perang Belanda.
·         Mereka menyetujui kerja sama kedua belah pihak untuk menjamin keamanan dan ketenteraman
·         Mereka segera membentuk kontak biro agar kerja sama dapat terlaksana sebaik-baiknya
·          Inggris hanya akan melucuti senjata Jepang.
                Oleh karena itu, pihak Republik Indonesia memperkenankan tentara Inggris memasuki kota dengan  syarat hanya objek-objek yang sesuai dengan tugasnya yang boleh diduduki, seperti kamp-kamp  tawanan. Namun dalam perkembangan berikutnya, pihak Inggris mengingkari janjinya. Pada tanggal  26 Oktober 1945 malam hari satu pleton field security section di bawah pimpinan Kapten Shaw  melakukan penyerangan ke Penjara Kalisosok untuk membebaskan Kolonel Huiyer (seorang Kolonel  Angkatan Laut Belanda) bersama kawan-kawannya. Tindakan Inggris dilanjutkan dengan menduduki Pangkalan Udara Morokrembangan, Pelabuhan  Tanjung Perak, Kantor Pos Besar, Gedung Bank Intemasional, dan objek vital lainnya. Pada tanggal  27 Oktober 1945, pukul 11.00 pesawat terbang Inggris menyebarkan pamflet-pamflet. Pamflet-pamflet  itu berisi perintah agar rakyat Surabaya menyerahkan senjata yang dirampasnya dari tangan Jepang.Pemerintah Republik Indonesia berusaha menanyakan hal itu kepada Brigadir Jenderal A.W.S.  Mallaby, tetapi ia mengakui mengetahui tentang pamflet tersebut. Sikap itu menghilangkan kepercayaan pemerintah Republik Indonesia kepadanya. Pemerintah  meminta kepada para pemuda untuk tetap siaga menghadapi segala kemungkinan. Pada tanggal 27  Oktober 1945 terjadi kontak senjata yang pertama antara para pemuda dengan pihak Inggris. Kontak  senjata itu meluas, sehingga terjadi pertempuran antara Indonesia dengan Inggris tanggal 28, 29, dan  30 Oktober 1945. Dalam pertempuran itu pasukan Sekutu dapat dipukul mundur dan bahkan hampir dapat dihancurkan oleh pasukan Indonesia.
                Beberapa objek vital berhasil direbut kembali oleh para pemuda. Bahkan pemimpin pasukan Sekutu  Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby berhasil ditawan oleh para pemuda. Melihat kenyataan seperti itu,  komandan pasukan sekutu hubungi Presiden Soekarno untuk mendamaikan perselisihan antara  pemuda dengan asukan Inggris di sana. Pada tanggal 30 Oktober 1945, Presiden Soekarno, Hatta,  dan Amir Syarifuddin datang ke Surabaya untuk mendamaikan perselisihan itu. Perdamaian berhasil  dicapai, tetapi setelah sekembalinya Soekarno dan rombongan ke Jakarta, pertempuran kembali  terjadi dan menewaskan Jenderal A.W.S. Mallaby. Pasukan Inggris nyaris hancur, kemudian mereka  meminta bantuna dari Devisi V di bawah pimpinan Mayor Jendral Mansergh dengan kekuatan 24.000 orang. Pada tanggal 9 November 1945, Inggris mengeluarkan ultimatum yang berisi ancaman  akan menggempur kota Surabaya dari darat, laut, dan udara apabila orang-orang Indonesia Surabaya  tidak menaati perintah Inggris. Mereka juga mengeluarkan instruksi yang isinya bahwa semua  pimpinan bangsa Indonesia dan para pemuda di Surabaya harus datang selambat-lambatnya tanggal  10 November 1945, pukul 06.00 pagi pada tempat yang telah ditentukan. Mereka diharuskan datang  dengan tangan di atas kepala, dan kemudian menandatangani dokumen yang tersedia sebagai tanda  menyerah tanpa syarat.

C.    TERJADINYA PERISTIWA 10 NOVEMBER
                Para pemuda yang memegang senjata diperintahkan untuk menyerahkan senjatanya. Ultimatum itu  tidak ditaati oleh rakyat Surabaya. Pada tanggal 10 November1945 terjadi pertempuran Surabaya  yang sangat dahsyat. Rakyat Surabaya bertekad untuk bertempur mati-matian. Karena ultimatum tersebut tidak digubris oleh para pejuang dan rakyat surabaya maka pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan besar-besaran yang sangat dahsyat, mereka mengerahkan sekitar 3 Divisi pasukan Infanteri beserta tank dan senjata berat lainya, 50 pesawat tempur, dan sejumlah kapal perang yang berada disekitar perairan surabaya. Hampir seluruh bagian kota Surabaya ditembaki dan dihujani bom secara membabi-buta oleh moncong moncong meriam pasukan Inggris. Ribuan penduduk menjadi korban, banyak yang meninggal dan luka-luka. Perlawanan tidak berhenti, Kobaran api semangat di seluruh kota menyala nyala bak letusan gunung berapi, TKR dan Laskar serta bantuan yang aktif dari rakyat Surabaya membuat kota Surabaya terbakar bak neraka. Inggris terkejut mereka mendapatkan badai api di Kota Surabaya, awalnya mereka menduga perlawanan rakyat Indonesia di Surabaya bisa ditaklukkan dalam tempo 3 hari saja, Nyatanya pengerahkan persenjataan modern dan taktik perang yang mumpuni tidak membuat kota surabaya mudah untuk diduduki. Pertempuran semakin sengit dengan hadirnya para ulama, kyai dan para santri di medan peperangan.Namanama besar seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah serta kyai-kyai pesantren lainnya ikut ambil bagian dalam perjuangan dengan mengerahkan santri-santri (ketika itu masyarakat Jawa khususnya tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka sangat patuh dan taat kepada para kyai dan ulama mereka). Tidak ketinggalan juga seorang orator ulung dan pejuang muda kota surabaya “Bung Tomo” bersama para tokoh lainnya terus memompa dan mebakar semangat arek arek surabaya agar terus berjuang hingga titik darah penghabisan.
                Tidak terduga sama sekali perlawanan bisa bertahan lama, berlangsung dari hari ke hari, minggu ke minggu. Perlawanan yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, semakin hari semakin solid dan teratur. Pertempuran dasyat ini memakan waktu hampir satu bulan lamanya, sebelum seluruh kota jatuh di tangan pihak Inggris. Peristiwa berdarah ini benar benar membuat inggris merasa berperang dipasifik, medan perang Surabaya mendapat julukan “neraka” bagi mereka karena kerugian yg disebabkan tidaklah sedikit,sekitar 1600 orang prajurit pengalaman mereka tewas di surabaya serta puluhan alat perang rusak dan hancur diterjang badai semangat arek arek Surabaya.
                Kejadian luar biasa heroik yg terjadi di kota Surabaya telah menggetarkan Bangsa Indonesia, semangat juang, pantang menyerah dan bertarung sampai titik darah penghabisan demi tegaknya kedaulatan dan kehormatan bangsa telah mereka tunjukan dengan penuh kegigihan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat yang menjadi korban ketika itu serta semangat membara yang membuat Inggris serasa terpanggang di neraka telah membuat kota Surabaya kemudian dikenang sebagai Kota Pahlawan dan tanggal 10 nopember diperingati setiap tahunnya sebagai hari Pahlawan. Kejadian itu merupakan sebuah lambang keberanian dan kebulatan tekad dalam mempertahankan  kemerdekaan Indonesia. Peristiwa 10November itu diperingati setiap tahun sebagai hari Pahlawan  oleh seluruh bangsa Indonesia. Merdeka!!
                Peristiwa pertempuran 10 November 1945 di surabaya oleh pemuda Surabaya telah membangkitkan nasionalisme rakyat Indonesia di daerah lain di Surabaya. Semangat  nasionalisme pemuda Surabaya tersebut masih sangat dibutuhkan didalam menghadapi masa  depan bangsa yang sarat dengan tantangan dan hambatan yang berskala global. Metode yang  digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah mulai heoristik,  kritik, interprestasi dan Historiografi. Hasil penelitian dapat diambil simpulan Pertempuran  10 November 1945 di Surabaya merupakan suatu wujud dari rasa kebangsaan para pemuda Surabaya didalam membela bangsa dan negaranya mempertahankan kemerdekaannya,  Pengorbanan yang dilakukan arek–arek Surabaya sebagai warga bangsa ini tidak lain untuk  eksistensi bangsanya agar tetap bersatu hidup terus dibawah kehendaknya sendiri bukan oleh  bagsa lain (Penjajah) dalam mewujudkan cita–cita bersama. Tewasnya Brigadir Jendral  A.W.S Mallaby dalam pertempuran pada tanggal 30 Oktober 1945 di Surabaya menimbulkan  reaksi keras dari pihak Sekutu dengan mengeluarkan ultimatum yang isinya sangat menghina  harkat dan martabat bangsa Indonesia yang telah merdeka. arek–arek Surabaya dengan  semangat nasionalisme yang tinggi menolak perintah sekutu dalam ultimatum guna menolak  segala perintah Sekutu dalam ultimatum guna membela bangsa dan negara Indonesia.  Keberanian dan tekad pemuda Surabaya merupakan perwujudan dari nilai–nilai yang  terkandung dalam Pancasila dan Pembukaan Undang–Undang Dasar 1945 dan Batang tubuh  Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mengenang peristiwa bersejarah yang penuh dengan  semangat nasionalisme yang tinggi pemuda Surabaya dalam pertempuran 10 November  tersebut, maka seluruh bangsa Indonesia memperingati 10 November sebagai “Hari  Pahlawan” dan untuk mengenang kepahlawanan arek–arek Surabaya tersebut didirikan pula  sebuah “Tugu Pahlawan” yang berdiri pada tahun 1951 di Surabaya.  Pendahuluan Pertempuran Surabaya pada tanggal 10 November 1945 yaitu pertempuran rakyat  Surabaya untuk menolak kembali kedatangan sekutu yang mau menjajah Indonesia  khusus daerah Surabaya. Pemuda-pemuda Surabaya pada waktu itu mengadakan  perlawanan untuk membela dan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan kita, yang  telah di umumkan di Jakarta pada pada tanggal 17 Agustus 1945 tanpa memikirkan  resiko, korban dan derita. Yang dipikirkan ialah hanya bagaimana semboyan “Sekali  Merdeka, Tetap Merdeka” itu dapat dilaksanakan. ini mencerminkan jiwa “Suro-HingBoyo”, nama aseli kota Surabayayang mengandung arti “Berani dalam Bahaya”. Tanpa memperdulikan kuantitas dan kualitas senjata kaum penjajah, semua itu  dapat kita lawan dan kita patahkan dengan Patriotisme dan Nasionalisme yang menyala-nyala. Dibakar dengan semangat heroisme yang apinya menjulang tinggi dan disumberi  oleh Religiusitas yang dalam, penuh dengan kepercayaan dan tawakkal kepada Tuhan  YME. 
                Pertempuran Surabaya juga mencerminkan suatu jiwa kerakyatan dan keadilan. Jiwa ini memberi isi kepada Proklamasi dan perjuangan kemerdekaan kita sebagai  berwatak demokratis dan sosialistis. Semuanya dijiwai oleh Patriotisme, Nasionalisme,  serta heroisme dan humanisme yang religius. Pertempuran 10 November 1945 di  surabaya. Surabaya oleh arek-arek Surabaya merupakan suatu pertempuran yang memiliki  intensitas tinggi dalam periode perang kemerdekaan Indonesia. Keberanian dan ketegasan pemuda-pemuda Surabaya didalam mengambil  keputusan untuk menolak ultimatum sekutu yang berisikan perintah kepada rakyat  Indonesia yang berada di Surabaya untuk menyerah dengan membawa persenjataan yang  dimiliknya atau dengan kata lain menyerahkan seluruh pemerintahan RI di Surabaya  kepada Inggris dengan segala alat–alat keamanan dan pertahanannya, merupakan bukti semangat nasionalisme yang tinggi pemuda Surabaya. Dan jiwa nasionalisme pemuda  Surabaya tersebut semakin nyata dengan dibuktikannya melalui perjuangan yang gigih  tanpa pantang menyerah dalam pertempuran 10 November 1945 tersebut. Keberanian dan  tekad rakyat Indonesia di Surabaya, dalam membela dan mempertahankan kemerdekaan  tersebut merupakan cermin dari nilai–nilai yang terkandung didalam Pancasila dan  Pembukaan Undang–Undang Dasar 1945. Keberanian pemuda Surabaya dalam  pertempuran 10 November 1945 di Surabaya tersebut telah menimbulkan dan  membangkitkan semangat nasionalisme rakyat Indonesia di wilayah/daerah lain di  Indonesia untuk mengikuti jejak perjuangannya dalam membela dan mepertahankan  kemerdekaan bangsa dan negaranya. Terlebih lagi musuh yang dihadapi pemuda-pemuda  Surabaya pada waktu itu jauh lebih besar dan kuat serta dengan didukung oleh  persenjataan yang lebih canggih dan dari devisi yang berpengalaman dalam pertempuran– pertempuran besar, sedangkan pemerintah pusat di Jakarta telah lepas tangan dan  menyerahkan semua keputusan yang dilakukan rakyat Indonesia di Surabaya dalam  menghadapi ancaman Sekutu dalam ultimatum tersebut. Sebagai suatu pertempuran yang memiliki nilai–nilai kepahlawanan dan semangat nasionalisme yang tinggi tersebut akan selalu menjadi inspirasi bagi generasi muda  penerus bangsa dimasa sekarang dan yang akan datang dalam mempertahankan dan  mengisi kemerdekaan yang telah diperjuangkan dengan seluruh jiwa raga para pahlawan  pendahulu kita tanpa pantang menyerah dalam menghadapi segala tantangan dan  hambatan seberat apapun juga sehingga akan terwujud apa yang telah dicita–citakan  bersama yaitu mewujudkan suatu masyarakat Indonesia yang adil dan makmur  berdasarkan Pancasila. Pembahasan dan Hasil.
D.    PENGERTIAN PERTEMPURAN
                Dalam pengertian yang luas, pertempuran mengandung pengertian sebagai perkelahian yang hebat, peperangan, perjuangan. dalam pengertian yang sempit, yaitu ditinjau dari pihak–pihak bertempur, pertempuran mempunyai pengertian yang berbeda.[7]Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya dari pihak yang bertempur,  mempunyai pengertian sebagai berikut:
1. Dipihak Sekutu dan pendukungnya, pertempuran 10 November 1945 di Surabaya,  mempunyai pengertian sebagai sesuatu peperangan yang perlu dilakukan dengan jalan  kekerasan untuk menindak perbuatan keji orang–orang Indonesia di Surabaya yang  telah melanggar perjanjian gencatan senjata yang dihadiri oleh Ir. Soekarno, M hatta  dan juga Menteri Penerangan Amir Syarifudin, serta para pemimpin pejuang di  Surabaya. Sedangkan dipihak Sekutu dihadiri oleh Howthorn dan Brigadir Jendral M.  W. S Mallaby dan perjanjian tersebut disetujui oleh kedua belah pihak. 
2. Sedangkan dipihak Indonesia pertempuran 10 November 1945 di Surabaya  mempunyai pengertian sebagai peperangan suci/perjuangan yang harus dilakukan  untuk memperthankan kemerdekaan Indonesia yang telah mereka rebut dan  proklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, dari kekuatan asing yang telah  memulai menyerang dan ingin menguasai ataumenjajah Indonesia disamping itu  pihak sekutu telah menghina harkat dan martabat bangsa merdeka
E.  PEMUDA SURABAYA
                Surabaya adalah ibukota Jawa Timur, menurut sejarah Surabaya berasal dari “Suro” dan “Baya” yang berarti “Berani” melawan “Bahaya”. Sedangkan pengertian dari pemuda atau yang paling umun dipanggil dengan julukan arek–arek Surabaya bukan  dalam pengertian yang sempit, yaitu hanya terbatas pada penduduk asli kota Surabaya  saja, melainkan dalam pengertian yang luas, yaitu sifat khas para pelakunya yang seluruh  pelosok tanah air Indonesia. Dengan demikian yang dimaksud dengan sebutan arek–arek  Surabaya tidaklah semata–mata kepada penduduk asli kota Surabaya atau Jawa Timur  saja, melainkan kepada sifat khas para pelakunya dari pelosok tanah air.[8]
F.     PERJUANGAN PEMUDA SURABAYA 10 NOPEMBER 1945
                Berita akan mendaratnya pasukan Sekutu pada tanggal 25 Oktober 1945 di  Surabaya diberitakan pertama oleh Menteri Penerangan Amir Syarifudin, dari Jakarta.  Dalam berita tersebut dijelaskan tugas–tugas pasukan sekutu di Indonesia dan berpesan  pemerintah daerah di Surabaya untuk menerima dengan baik pasukan Sekutu dan ikut  membantu tugas–tugas yang diemban tentara sekutu tersebut. Dengan berdasarkan misi Sekutu tersebut, maka jelaslah bahwa kedatangan sekutu  ke Indonesia itu untuk maksud yang baik dan bukan untuk menginjak–injak kedaulatan  bangsa Indonesia yang telah kita proklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 tersebut. Untuk menjelaskan sikap politik pemerintah pusat tersebut, maka telah datang pula ke  Surabaya suatu delegasi dari Jakarta yang dipimpin oleh Mr. Kasman Singodimedjo  (Ketua Komite Nasional Indonesia Pusat), Menteri Pertahanan Mohammad Suryo  Adikusumo dan Dr.Kodyat.Sikap politik pemerintahan pusat tersebut sulit diterima oleh  rakyat Surabaya pada umumnya yang mencurigai kedatangan Sekutu ke Indonesia  tersebut adalah sebagai usaha untuk membantu mengembalikan kolonialisme Belanda di  Indonesia, hal ini berhubungan erat dengan kasus Kolonel PG. Huijer, perwira tentara  sekutu berkebangsaan Belanda yang datang ke Surabaya pertama kali pada tanggal 23  September 1945, sebagai utusan Laksamana pertama Patterson, pimpinan/angkatan laut  sekutu di Asia Tenggara ternyata membawa misi rahasia pula dari pemimpinan tertinggi  angkatan laut kerajaan Belanda sehingga makin menambah kecurigaan rakyat Indonesia  di Surabaya. Huijer yang pada saat itu secara terang–terangan menentang revolusi  Indonesia, sehingga akhirnya ditangkap dan ditawan oleh aparat keamanan Indonesia.  Walaupun demikian pada saat pasukan sekutu mendarat di Surabaya pada tanggal 25  Oktober 1945 tersebut, rakyat Indonesia di Surabaya menerimanya dengan tangan terbuka dan penuh damai.
                Pada tanggal 26 Oktober 1945, mulai pukul 09.00 hingga pukul 12.30 berlangsung  pertemuan antara wakil–wakil pemerintah Indonesia di Surabaya yang terdiri dari  Residen Sudirman ketua KNI, Doel Arnowo, Walikota Rajimin Nasution serta  Mohammad, dengan pihak sekutu yang terdiri dari Brigadier Jendral A.W.S. Mallaby dan  para stafnya, setelah pertemuan sebelumnya tidak berhasil. Pertemuan tersebut, pasukanInggris secara berkelompok diperbolehkan untuk menggunakan bangunan yang ada di  dalam kota. Tindakan provokatif tersebut terus berlanjut keesokan harinya yaitu pada tanggal  27 Oktober 1945 pada pukul 11.00 dengan pesawatnya, Inggris menyebarkan pampflet– pampflet di atas kota Surabaya. Surat selebaran tersebut isi pokoknya memerintahkan  kepada rakyat Indonesia di Surabaya dan Jawa Timur agar menyerahkan kembali senjata– senjata dan peralatan yang telah dirampas dari tangan Jepang kepada Inggris. Isi perintah  tersebut disertai pula oleh ancaman, yaitu bila masih terlihat oleh pihak Sekutu adanya  orang–orang Indonesia yang masih bersenjata serta tidak menyerahkan senjatanya kepada  Serikat, maka akan menaggung resiko ditembak, karena isi pamfhlet tersebut sangat  bertentangan dengan isi kesepakatan tanggal 26 Oktober 1945, maka Drg. Moestopo dan  Residen Soederman segera mengadakan kontak dengan Brigadir Jendral Mallaby.  Sedangkan tanggapan Brigden Mallaby seakan–akan tidak mau tahu, dengan dalil itu  semua dari atasannya dipusat dan sebagai bawahan harus mematuhi atasannya. Akibat  tindakan provokatif dan khususnya isi pamflet Inggris tersebut, maka timbullah reaksi  keras dari rakyat Indonesia di Surabaya. Kepercayaan pemimpin dan Rakyat Indonesia di  Surabaya yang semula telah tumbuh, sekarang mulai hilang. Sikap rakyat Indonesia di  Surabaya terutama para pemuda yang sejak semula telah curiga terhadap maksud  kedatangan sekutu, kini tidak mentolelir tindakanprovokatif dan ancaman Inggris  tersebut. Sikap sabar arek–arek Surabaya telah hilang dan kemarahan besarpun tak bisa  dicegah lagi, sehingga kesiap siagapun segera ditingkatkan. Suasana panas di Surabaya tersebut mencapai klimaksnya pada tanggal 28  Oktober 1945. pada hari itu sekitar jam 17.00, markas pertahanan jalan Mawar No. 10.  markas dan sekalipun studio radio pemberontakan di bawah pimpinan Bung Tomo,  diselenggarakan pertemuan antara sejumlah pemimpin pasukan BPR dan pemimpin  badan perjuangan bersenjata.
                 Dalam pertempuran tersebut para pemimpin pejuang di  Surabaya sepakat untuk tidak mentolerir tindakan provokatif tentara Sekutu dan mereka  sepakat pula untuk segera melancarkan serangan terhadap pasukan Inggris. Demi  kepentingan perjuangan diplomasi dan politik, maka Presiden Soekarno segera memenuhi  permintaan pemimpin tentara Inggris di Indonesia untuk menghentikan pertempuran di  Surabaya. Esok harinya, 29 Oktober 1945 Presiden Soekarno beserta Wakil Presiden  Mohammad Hatta dan Meteri Penerangan Mr.Amir Syarifudin dengan menggunakan  pesawat terbang RAF Inggris menuju ke Surabay .Berita kedatangan Presiden Soekarno dan rombongan tersebut disiarkan oleh radio  pemberontakan. Selanjutnya dalam siarannya pada pukul 11.30 menyatakan bahwa  apabila yang datang adalah Presiden Soekarno dan untuk menyelesaikan segala  perselisihan, maka hendaknya disambut dengan beramai–ramai, tetapi yang datang bukan  Soekarno, maka kepada kesatuan yang ada disekitar tempat tersebut diperintahkan untuk  menawan siapa saja yang turun dari pesawat. Setelah permusyawaratan, maka Presiden Soekarno segera mengumumkan pernyataan persetujuan gencatan senjata yaitu sebagai berikut:
1. Perjanjian yang telah dicapai adalah untuk menjaga ketentraman.
2. Untuk memperoleh ketentraman dan kedamaian, maka kontak senjata harus  dihentikan.
3. Keselamatan penduduk termasuk para tawanan akan dijamin oleh kedua belah pihak.
4. syarat–syarat yang disebarkan dalam wujud pamflet–pamflet pada tanggal 27  Oktober 1945 akan dirundingkan antara Presiden soekarno dengan Panglima tentara  pendudukan Jawa.
5. Penduduk bebas bepergian pada malam hari.
6. Semua satuan harus kembali ketangsinya, sedangkan yang luka– luka diangkut 
kerumah sakit.
                Pada keesokkan harinya pertemuan dilanjutkan antara Presiden Soekarno dengan  Mayor Jendral H.C Howthorn. Perundingan tersebut dihandiri pula oleh Wakil Presiden  M. Hatta, Menteri Penerangan Amir Syarifudin, Gubernur Suryo dan Residen Sudirman,  Bung Tomo, Roeslan Abdulgani, orang dari kepolisian, Doel Arnowo, Soengkono,  Atmaji, Sumarsono dari pihak Indonesia dan Brigadir Jendral Mallaby, Kolonel Pugh,  Kapten Shaw dan lain–lain. Dari pertemuan/perundingan tersebut dicapailah kesepakatan  mengenai pengakuan exitensi RI, dan cara–cara menghindari bentrokan bersenjata yaitu  sebagai berikut:
1. Surat–surat selebaran yang ditanda tangani oleh Jendral H.C Howthorn dan yang  dijatuhkan oleh pesawat terbang dinyatakan tidak berlaku.
2. Tentara keamanan rakyat dan polisi diakui oleh serikat.
3. Seluruh kota Surabaya tidak dijaga lagi oleh tentara Serikat kecuali dua tempat yaitu  dekat H.B.S dan BPM karena dijadikan tempat tawanan perwira–perwira TKR juga ikut  menjaga disini.
4. Hubungan dengan TKR dan polisi bersenjata akan tetap diadakan melalui petugas– petugas penghubung.
5. Pelabuhan Tanjung Perak dipaksa untuk sementara waktu dijaga Inggris karena untuk  sementara waktu masih diperlukan guna menerima kiriman obat–obatan dan makanan.  Dipihak Indonesia juga ikut menjaga pelabuhan Tanjung Perak yang tetap dikuasai RI.
G.   DAMPAT PERTEMPURAN 10 NOVEMBER 1945 DI SURABAYA BAGI BANGSA INDONESIA
                Pertempuran yang dilakukan arek–arek Surabaya dalam pertempuran 10  November 1945 di Surabaya dengan kegigihan dan kesetiannya yang didasari oleh nilai– nilai yang ada dalam sila–sila Pancasila dan cita–cita Proklamasi yang tertuang dalam  Pembukaan Undang–Undang Dasar 1945 tersebut, pengaruhnya sangat kuat dan luar  biasa bagi perjuangan rakyat Indonesia di daerah–daerah lain di Indonesia pada waktu itu  dan pertempuran–pertempuran selanjutnya, serta tetap pula berpengaruh pada generasi  penerus bangsa Indonesia selanjutnya. Arek–arek Surabaya dengan nasioalisme yang tinggi talah membuat Surabaya  sebagai neraka untuk kaum imperialisme dan kolonoalisme. Namun bagi bangsa kita  panasnya api pertempuran di Surabaya tersebut bukanlah suatu inferno (neraka)  melainkan Surabaya bagi bangsa Indonesia merupakan suatu kawah dimana bangsa  Indonesia digodog tidak hanya setengah–tengah, melainkan betul–betul dalam kawah  yang telah mendidih yang apinya menjulang tinggi dan membakar semangat rakyat  Indonesia di daerah lainnya dalam kawah tersebut bangsa Indonesia digodog menjadi  suatu bangsa yang baru,dimana kekuatan rakyat dan kekuatan tentara dipersatupadukan,  dimana dinamika dari pemuda kita dan perhitungan dari kaum tua kita dipersatu-padukan  dimana seluruh kesukaan bangsa Indonesia yang berada di Surabaya pada waktu itu  digebleng menjadi satu. Arek–arek Surabaya dengan 2 janji kesetiaanya yaitu sebagai  berikut :
1. Janji kesetiaan ditingkat nasional, yang bergema dalam semboyan merdeka atau mati.
2. Janji lokal yang terjalin dalam nama kota yaitu, suro ing Boyo (Berani dalam bahaya). Semangat nasionalisme dan patriotisme pemuda Surabaya yang dijiwai oleh  Pancasila dan Pembukaan Undang–Undang Dasar 1945. Atas dasar itulah yangmenyebabkan pertempuran 10 November 1945 di Surabaya diklasifikasikan sebagai  pertampuran yang memiliki intensitas tinggi dalam masa perang kemerdekaan. Semangat  dan keberanian pemuda Surabaya dalam pertempuran 10 November 1945 tersebut bahkan  diakui oleh dunia luar yang sebelumnya memandang sebelah mata nasionalisme arek– arek Surabaya. Dan semangat nasionalisme pemuda Surabaya ini terus merabat ke seluruh  daerah–daerah di Indonesia lainnya untuk mengikuti jejak perjuangan arek–arek Surabaya dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia.  Perlawanan yang berlangsung hampir satu bulan lamanya inipun diakui oleh pihak  Inggris sebagai pertempuran week of bitter and intence fighting (pesan–pesan  pertempuran yang pahit dan getir)., dimana rakyat Indonesia dengan persenjataan  seadannya dan sangat sederhana dibandingkan dengan persenjataan pihak lawan dan  kekuatan rakyat yang sama sekali tidak berpengalaman dalam perang–perang besar  melawan Sekutu yang pasukannya terlatih dan berpengalaman dalam perang dunia ke  dua, namun dengan semangat nasionalismenya yang tinggi arek–arek Surabayatetap  bertekad untuk mempertahankan kota Surabaya. Akhirnya pertempuran 10 November 1945 diakui oleh Pemerintah pusat sebagai  hari pahlawan Nasional, telah memberi sumber inspirasi untuk membangkitkan semangat  Nasionalisme seluruh rakyat Indonesia dalam mempertahan Negara Kesatuan Republik  Indonesia (NKRI). Juga hari Pahlawan bisa menjadi inspirasi dan contoh teladan untuk  menyuburkan jiwa kepahlawanan di segala bidang pembangunan. 
H.   ULAMA DAN SANTRI DALAM PERTEMPURAN 10 NOVEMBER 1945
            Peristiwa heroik 10 November ini terjadi, para pemuda Indonesia memang telah membuka lebar matanya akan pentingnya pengajaran akibat politik etis (1901) bangsa kolonial. Memanfaatkan pendidikan yang di berikan pihak kolonial, pemuda Indonesia mulai berfikir keras untuk masa depan Nusantara. Kemudian beberapa organisasi kepemudaan yang cenderung aktif dalam mewujudkan rasa Nasionalisme menuju cita-cita kemerdekaaan mulai di bentuk. Diantaranya organisasi yang berdiri itu adalah BU (Budi Oetomo, 1908), SI (Sarekat Islam, 1911) dan lain sebagainya. Dari pemaparan singkat di atas, perjuangan para kyai dan santri memang tidak nampak bahkan dxalam buku-buku dan modul yang di ajarkan di sekolah dan madrasah, keterangan mengenai perjuangan mereka juga nihil sehingga ketika bulan menginjak Oktober, maka  yang kita ingat adalah peristiwa sumpah pemuda yang di wakili oleh golongan elit intelektual. Mengapa demikian, pertanyaan tersebut kemudian menimbulkan beberapa spekulasi dari beberapa kalangan. Menurut beberapa sumber, dalam konstruksi sejarah ini memang memiliki misi untuk mengkaburkan atau bahkan menghapus sejarah perjuangan para kyai dan santri dalam usaha kemerdekaan Indonesia. Hal ini sesungguhnya cukup masuk akal melihat banyak nya fakta sejarah tentang keikutsertaan para ulama dalam usaha kemerdekaan dan pembangunan negara Indonesia menuju kesejahteraan dan kemakmuran yang tidak pernah terdengarkan.
`           Sejak zaman penjajahan Belanda, sejumlah nama bisa di ketengahkan berperan aktif dalam perjuanagan. Misalnya Rois Akbar NU Hadrotus Syaikh K.H. Hasyim Asy’ari, K.H. Wahab Hasbullah, juga pendiri majlis ala indonesia, K.H. Mahfud Shiddiq, K.H. Ma’sum( Lasem ), dll.  Sebyuah forum diskusi yang di gelar oleh beberapa ormas islam seperti Nadlatul Ulama ( NU ), Muhammadiyyah, serta Majlis Ulama Indonesia ( MUI ) yang dilaksanakan pada 23 April lalu memunculkan kesepakatan untuk menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri. 10 November yang kita kenal denghan hari pahlawan sebenarnya tidak muncul begitu saja. Sebelum meletusnya perang 10 November 1945 di Surabaya, tanggal 22 Oktober 1945 terdapat peristiwa penting dengan keluarnya fatwa yang di tandatangani oleh Hadrotus Syaikh K.H. Hasyim Asy’ary bahwa jihad melawan Belanda merupakan jihad fisabilillah yangf wajid dilakukan kaum muslimin.
Kedahsyatan pertempuran 10 november 1945 di surabaya tidak bisa dilepaskan dari resolusi jihad,perintah perang,yang dikeluarkan oleh Hadratus Syaikh Kiai Hasyim Asy’ari pada tanggal 22 oktober 1945. Pernyataan perintah perang itu disampaikan oleh Kiai Hasyim Asy’ari didepan presiden Soekarno dipesantren tebuireng jombang, jawa timur, beberapa hari sebelum pecahperang 10 november 1945.
            Menurut mantan anggota Badan Keamanan Rakyat (BKR)  akrab dipanggil ki Darmadi, Bung Karno menemui Kiai Hasyim Asy’ari dalam pertemuan bersejarah dipondok tebuireng yang membahas tentang situasi politik terkait kedatangan pasukan sekutu yang dikomandani inggris, yang membawa serta penjajah belanda.
            “kiai dospundi inggris datang niku?” gimana umat islam menyikapinya? Tanya Bung Karno kepada Rois Akbar NU . mendapat pertanyaan tersebut kiai Hasyim Asy’ari menuturkan “ lho bung, umat islam jihad fisabilillah untuk NKRI, ini perintah perang ! sekaligus permintaan bantuan dalam presiden Soekarno dalam menghadapi ancaman sekutu. Pasukan AFNEI mulai mendarat di jakarta pada tanggal 29 september 1945 dibawa pimpinan Letnan Jenderal Sir Philip Christison. AFNEI berkekuatan 3 devisi : devisi ke 23 dibawa komando mayor jendral D.C Haawtrown  menguasai daerah jawa barat : devisi ke 5 dibawa komando mayor jendral E.C mansergh menuasai daerah jawa timur. Adapun  bridge ke 49 dibawa pimpinan brigadir Brigade jendral A.W.S Mallaby yang mendarat disurabaya.
            Menurut ki Darmadi, seruan jihad melawan sekutu yang dikeluarkan oleh kiai hasyim asy’ari itulah yang dikenal sebagai resolusi jihad .lalu Kiai Hasyim Asy’ari meminta bung tomo supaya berteriak Allahu Akbar untuk menggerakkan para pemuda. Jasa utama bung tomo itu karena diperintah oleh Kiai Hasyim Asy’ari jadi orator perang. Jadi pilihan Bung Karno menemui kiai hasyim asy’ari itu sudah tepat, karena bisa menggerakkan umat islam. Hari pahlawan 10 November 1945 tak bisa dilepaskan dengan Resolusi Jihad NU, dicetuskan para ulam di bubutan, Surabaya pada 22 oktober 1945. Proklamasi yang diucapkan Bung Karno dan Bung Hatta merupakan tantangan kepada tentara sekutu yang saat itu berkuasa setelah jepang menyerah, pernyatan salah seorang murid Kiai Hasyim Asy’ari, Mbah Muchit mengaskan , bahwa Deklarasi Resolusi Jihad 21-22 Oktober 1945 merupakan kelanjutan dari hasil pertemuan Bung Karno dan Kiai Hasyim Asy’ari.
            Segera setelah itu, ribuan Kiai dan Santri bergerak ke Surabaya. Pada tanggal 28 Oktober 1945, pasukan sekutu dibawa Brigadir Jenderal Malaby mengambil alih lapangan udara morokembangan, dan beberapa gedung penting kantor jawatan kereta api, pusat telepon dan telegraf, termasuk rumah sakit darmo. Pertempuran besar mencapai antara 6 ribu pasukan inggris dengan 120 ribu pemuda indonesia yang terdiri dari para santri, dan tentara. Akibat kalah jumlah Malabyy meminta batuan Hawthron agar pihak indonesia menghentikan pertempuran. Hawthorn pun meminta soekarno agar mau membujuk panglima-panglima di surabaya menghentikan pertempuran. Terjepit pasukan sekutu itu digambarkan dalam buku Donnison “ The Fighting Cock” hampir punah seluruhnya kalau tidak dihentikan soekarno –Hatta adan Amir Syarifuddin. Jenderal sekutu tewas karena tidak mau belajar dari kekalahan pertama, brigjen Mallaby pun tewas dalam pertempuran yang pecah pada tanggal 30 oktober 1945. Panglima AFNEI Letjen Philip Sir Christison pun mengirim pasukan devisi ke-5 dibawa komando Mayor Jenderal E.C.Mansergh, Jenderal yang terkenal karena kemenangannya dalam perang dunia II di afrika saat melawan Jenderal Rommel, jenderal legendaris tentara Nazi Jerman. Mnsergh membawa 15 ribu tentara, dibantu 6 ribu personel bridgade45 dengan persenjataan serba canggih, termasuk menggunakan tank Sherman, 25 ponders, 37 howitser,kapal perang HMS Sussex dibantu 4 kapal perang destroyer, dan 12 kapal terbang jenis mosquito. Dengan mesin pembunuh nya itu, mansergh mengultimatum Rakyat Surabaya, untuk bertekuk lutut alias menyerah, yang berarti mengakui indonesia belum merdeka. Ultimatum pun di gubris sehingga terjadilah pertempuran 10 November 1945 dengan korban yang tidak sedkit, bahkan para santri dari Kediri, Tuban, Pasuruan, Situbondo dan sebagainya banyak yang menjadi mayat tutur Mbah Muchit. Beliau menambahkan, semangat dan tekad untuk merdeka itu merupakan semangat yang di pupuk melalui resolusi jihad NU yang digagas para ulama NU di JL.Bubutan Surabaya tapi sejarah tidak mencatat karena ulama NU itu tidak menonjol kan diri, sebab mereka berbuat untuk Bangsa Dan Negara demi Ridho Allah bukan untuk di catat dalam sejarah.
            Dampak perlawanan itu sepertinya tidak terpikir oleh pasukan sekutu, yang mengultimatum, agar seluruh pemuda, dan pasukan bersenjata bertekuk lutut. Tapi yang terjadi justru sebaliknya karena sebenarnya yang fanatik masuk surga itu kan islam, jadi sudah tidak mikir apa-apa lagi mana ada jendral sekutu tewas dalam perang dunia ke-2, itukan hanya terjadi di Surabaya, di Indonesia, dengan tewas nya jendral brigadir jendral mallaby pertempuran berlangsung dengan ganas selama 3 minggu. Pada akhir bulan november 1945 seluruh kota telah jatuh ke tangan sekutu. Namun semangat perlawanan oleh pejuang indonesia yang masih hidup tidak bisa di padamkan. Para santri, dan tentara mengikuti ribuan pengungsi yang melarikan diri meninggalkan Surabaya dan kemudian mereka membuat garis pertahanan baru mulai dari Mojokerto di Barat hingga ke arah Sidoarjo di Timur.
            Seruan Resolusi Jihad yang disampaikan di depan Presiden Soekarno oleh Rois Akbar K.H. Hasyim Asy’ary merupakan peristiwa sejarah yang terpendam, dan hanya menjadi sejarah lisan. Namun, peristiwa tersebut bukan hanya isapan jempol. Saat meniliti arsip kabinet presiden di arsip Nasional, Cilandak, Jakarta 2001, di temukan index tentang resolusi jihad. Peristiwa 10 November 1945, merupakan sebuah kisah heroik yang di kenang bangsa indonesia, sehingga pada tanggal tersebut diadakan peringatan hari pahlawan, untuk mengenang para pejuang yang dengan gigih mempertahankan kemrdekaan yang telah diraih, meski dengan mengorbankan darah dan nyawa mereka. Namun, beberapa sebelum meletus perang 10 November, ada pula peristiwa heroik lain yang patut di kenang . Tepatnya pada tanggal 19 September 1945, saat sejumlah pemuda Indonesia dengan gagah berani memanjat bangunan hotel yang kala itu bernama hotel Yamato. Mereka bereaksi setelah pada malam harinya berkibar bendera belanda, Merah Putih Biru, di atas hotel tersebut sebagaimana di terangkan di buku sejarah, setelah berhasil menaik ke atas hotel, para pemuda tersebut merobek warna biru, dan bendera merah putih pun kembali berkibar. Ada hal yang menjadi misteri dari peristiwa penyobekan bendera ini yakni siapakah sebenarnya sosok perobek bendera belanda tersebut? Ada versi yang menerangkan hal tersebut semisal Chairul Anam dalam tulisan nya berjudul “Berebut Jihad” (2013), menyebut nama cak Asy’ary, seorang pemuda yang bergabung dalam GP Anshor, sebagai salah satu pelaku perobek bendera lain lagi dengan penuturan Ahmad Mundzir dan Nur Cholis dalam buku “Perjalanan NU Tuban” (2014), berdasarkan dalam kesaksian kyai Moertadji (Alm), perobek bendera itu bernama mbah Mukri, seorang nadhiliyin dari makam agung Tuban yang pada saat itu kyai Moertadji menjadi Rois Syuri’ah PC NU Tuban 1983-1984.
             Memang, saat itu suasana sangat kacau.para pejuang mengambil inisiatif masing-masing, termasuk beberapa pemuda pemberani yang menaiki tiang bendera dan merobek warna biru pada bendera merah putih biru belanda. Termasuk juga, pahlawan yang berhasil membunuh jendral mallaby, pimpinan tentara sekutu inggris sang pemenang perang dunia ke-2 itu namun, satu hal yang telah di yakini dan di insyafi kebenaranya, dari berbagai peristiwa seputar resolusi jihad dan perang 10 November, yakni peranan besar dari para santri dan warga nadhiliyin dalam perjuangan kemerdekaan. Sebuah fakta yang justru tidak banyak di bahas dalam sejarah formal – konvensional.














  
                                  BAB III
                               PENUTUP

A.    KESIMPULAN
                 Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya merupakan suatu wujud dari rasa  kebangsaan para pemuda Surabaya didalam membela bangsa dan negaranya  mempertahankan kemerdekaannya, pengorbanan yang dilakukan arek-arek Surabaya sebagai warga bangsa ini tidak lain untuk eksistensi bangsanya agar tetap bersatu hidup  terus dibawah kehendaknya sendiri bukan oleh bangsa lain (penjajah) dalam mewujudkan  cita-cita bersama.  Pemuda Surabaya dengan semangat patriotisme dan nasionalisme yang tinggi  dan keberaniannya secara tegas menolak segala perintah sekutu yang diserukan dalam  ultimatum tertanggal 9 November 1945, dengan segala resiko yang harus ditanggungnya  nanti. Keberanian dan tekad pemuda Surabaya ini tidak lain merupakan perwujudan dari  nilai–nilai yang terkandung dalam Pancasila dan Pembukaan Undang–Undang Dasar  arek Surabaya. Dan semangat nasionalisme pemuda Surabaya ini terus merabat ke seluruh daerah–daerah di Indonesia lainnya untuk mengikuti jejak perjuangan arek–arek Surabaya dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia. Perlawanan yang berlangsung hampir satu bulan lamanya inipun diakui oleh pihak  Inggris sebagai pertempuran week of bitter and intence fighting (pesan–pesan  pertempuran yang pahit dan getir)., dimana rakyat Indonesia dengan persenjataan  seadannya dan sangat sederhana dibandingkan dengan persenjataan pihak lawan dan  kekuatan rakyat yang sama sekali tidak berpengalaman dalam perang–perang besar  melawan Sekutu yang pasukannya terlatih dan berpengalaman dalam perang dunia ke  dua, namun dengan semangat nasionalismenya yang tinggi arek–arek Surabaya tetap  bertekad untuk mempertahankan kota Surabaya. Akhirnya pertempuran 10 November 1945 diakui oleh Pemerintah pusat sebagai  hari pahlawan Nasional, telah memberi sumber inspirasi untuk membangkitkan semangat  Nasionalisme seluruh rakyat Indonesia dalam mempertahan Negara Kesatuan Republik  Indonesia (NKRI). Juga hari Pahlawan bisa menjadi inspirasi dan contoh teladan untuk  menyuburkan jiwa kepahlawanan di segala bidang pembangunan.  
                Seruan resolusi jihad yang disampaikan di depan presiden soekarno oleh rois akbar K.H. Hasyim Asy’ary merupakan peristiwa sejarah yang terpendam, dan hanya menjadi sejarah lisan. Namun, peristiwa tersebut bukan hanya isapan jempol. Saat meniliti arsip kabinet presiden di arsip Nasional, Cilandak, Jakarta 2001, di temukan index tentang resolusi jihad. Peristiwa 10 november 1945, merupakan sebuah kisah heroik yang di kenang bangsa indonesia, sehingga pada tanggal tersebut diadakan peringatan hari pahlawan, untuk mengenang para pejuang yang dengan gigih mempertahankan kemrdekaan yang telah diraih, meski dengan mengorbankan darah dan nyawa mereka. Dan bisa bersungguh-sungguh mengabdi kepada Bangsa dan Negara.


B.     SARAN-SARAN
Itulah yang dapat saya sampaikan, apabila ada kesalahan dan kekhilafan kami mohon maaf yang sebesar-besarnya, Sekian dan Terima kasih

DAFTAR PUSTAKA

Barlan.S. 1992. 10 November 1945 Gelora Kepahlawan Indonesia. Jakarta: Yayasan 10 November 1945.
Hardi. 1988. Menarik Pelajaran Dari Sejarah. Jakarta: CV. Haji Masagung.
Hutaruk,M. 1984. Gelora Nasionalisme Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Hatta.M .Sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945. Jakarta: Tintamas Jakarta 1970
Hans.K. 1961. Nasionalisme Arti dan Sejarahnya II. Jakarta: Pembangunan.
Hardjosatoto.S. 1985. Sejarah Perkembangan Nasional Indonesia Suatu Analisa Ilmiah. Yogyakarta: Liberty
Iskandar.I. dan Soemardji.A. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Surabaya: Unesa University press.
Nugraha.P.I.2011. Teosufi Nasionalisme dan Elite Modern Indonesia. Depok: Komunitas bamboo 2011.
Kadim.P.1978. Dongengan ’45 Dari Panggung Sejarah Perang Kemerdekaan Indonesia.Jakarta: Mutiara.
Mattew.B. Hbermen, Michael, A. 1992. Analisa data Kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia
Moehkardi.1993. Sebuah Biografi R. Muhammad Dalam Revolusi 1945 Di Surabaya. Jakarta: Lima Sekawan.
Mohammad.M. 1994. Surabaya di Akhir Tahun 1945. Surabaya: Bina Pustaka Tama.
Nasution,A.H.1977.Sekitar Perang Kemerdekaan IndonesiaII.Bandung: Disjrah AD Angkasa.
Nugroho.N. 1945. Pertempuran Surabaya. Surabaya: Mutiara Sumber Widya.
Purnama.T. 1986. Pejuang Pantang Menyerah. Jakarta: CV. Nugraha.
Poerwarrminta. W.J.S. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Roeslan.A.1964. Api Revolusi Di Surabaya. Surabaya: Ksatrya.
Roeslan.A.1994. Seratus Hari Di Surabaya Yang Mengemparkan Indonesia. Jakarta:
Jayakara Agung Offset.
Radik Utoyo.S. Album Perang Kemerdekaan 1945-1950. Jakarta: Almanak RI/BP Alda.
Suharsini.A.1998. Prosedur Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta.
Suhartono, dkk. 2010. Sejarah Pergerakan Nasional. Yogyakarta: Media Perkasa
Majalah Al-Fikrah.  Hari Kebangkitan (Nasional) Santri : edisi 87 November 2015




[1] [1] Atlantic Charter diumumkan dalam kecamuk Perang Dunia II pada 14 Agustus 
1941, diteken oleh Winston Curchill, Perdana Menteri Inggris bersama FD 
Roosevelt, Presiden Amerika Serikat. Prinsip dasarnya kemudian dimasukkan ke 
dalam Declaration of the United Nations pada 1 Januari 1942.
[2][2] Bung Karno selalu menyebut revolusi belum selesai. Barangkali ini merupakan 
perbedaan terminologi, antara revolusi gagal dan revolusi belum selesai. Dalam 
persetujuan KMB Belanda dengan bantuan AS telah berhasil menekan utusan 
Indonesia yang diketuai oleh Hatta untuk menerima tuntutan Belanda agar 
utang-utang dalam dan luar negeri pemerintah jajahan Hindia Belanda 
dibebankan kepada pihak Indonesia sebesar US$1,13 miliar (Kahin A & G McT 
2001:40), suatu jumlah yang bukan alang-kepalang besarnya bagi Republik. Di 
samping itu semua aset perusahaan asing kaum kapitalis penjajah yang telah 
direbut rakyat harus dikembalikan kepada pemiliknya yang “sah”. Sejarawan 
Hilmar Farid menyebut dua langkah ini sebagai keputusan absurd yang dilakukan 
penguasa RI (Hilmar Farid dalam pengantar buku Soegiri DS, Demokrasi dan 
Spektrum Kemerdekaan Indonesia, Hasta Mitra, 2003:8). Dikatakan olehnya 
bahwa sejak itu maka imajinasi radikal tentang bangsa ini tenggelam dan diganti 
oleh keangkuhan kuasa, orientasi ekonomi kapitalis dengan kesenjangan begitu 
hebat (Idem 2003:7).
[3]Tentang Widarta, lihat catatan kaki
[4]Ini merupakan tantangan bagi mahasiswa sejarah dan sejarawan untuk  menelitinya lebih lanjut.
[5]Dalam tahun 1960-an saya dengar dari Hasan Ismail tentang adanya tulisan dari 
Laksamana Madya Shibata Yaichiro yang di masa itu bertugas di Surabaya
[6]MC Ricklefs 1993:325; Hutagalung 2001:146.
[7]W.J.S Poerwodarminto.1984. Kamus Umum Tentang Definis Dari Pertempuran. Jakarta. 
Balai Pustaka
[8]Barlan Setiadijaya.1951.Heroisme Kota Surabaya. Jakarta. Yayasan 10 November

Load disqus comments

0 comments