KH.
Masbuhin Faqih di lahirkan di desa Suci kec. Manyar Kab. Gresik pada tanggal 31
Desember 1947 Masehi atau 18 Shafar 1367 Hijriyah. Beliau lahir dari pasangan
kekasih Al-Maghfurlah KH. Abdullah Faqih dan HJ. Tswaibah. Dari pasangan
kekasih tersebut lahir 5 orang anak, 3 orang putra dan 2 orang putri, KH. Masbuhin
Faqih merupakan anak pertama (yang paling tua). Beliau memiliki silsilah yang
mulya dan agung, yakni sampai ke Sunan Giri. Kalau diruntut, maka beliau adalah
keturunan ke-12 dari kanjeng Sunan Giri Syeih Maulana Ishaq. Dengan runtutan
seagai berikut:1. Syeih Ainul
Yaqin (Sunan Giri) 10. KH. Muhammad Thoyyib2. Sunan Dalem
11. KH. Abdullah Faqih3. Sunan Prapen
12. KH. Masbuhin Faqih4. Kawis Goa5. Pangeran Giri6. Gusti Mukmin7. Amirus Sholih8. Abdul Hamid9. Embah TaqribDengan
silsilah yang begitu agung tersbut, tak bisa dipungkiri di dalam diri beliau
terdapat ruh dan jiwa seorang ulama yang tangguh dan berjuang tanpa batas waktu
seperti embah buyutnya dahulu. Hal ini sesuai dengan Qiyasan santri: “Bapaknya
Singa maka ank-anaknya pun singa”.Pendidikan
beliau sejak kecil di lingkungan yang islami. Mulai dari tingkat MI samapi Mts.
Setelah Tsanawiyah beliau melanjutkan studinya ke Gontor, Pondok pesantren
Darussalam Ponorogo, Jawa Timur, disanalah beliau memperdalam ilmu bahasa Arab
dan Inggris. Setelah lulus dari Gontor beliau ingin memperdalam ilmu lagi,
selanjutnya beliau nyantri di PP. Langitan Widang Tuban, yang pada saat itu
diasuh oleh KH. Abdul Hadi dan KH. Abdullah Faqih. Di sana beliau memperdalam
ilmu kitab kuning, mulai dari Fiqh, Nahwu, Shorof, tauhid, sampai tasawwuf.
Proses penggembalaan ilmu di PP. Langitan cukup lama, sekitar 17 tahun belaiu
nyantri di sana. Diceritakan bahwasannya sosok KH. Masbuhin Faqih muda adalah
pemuda yang giat dan tekun belajar, suka bekerja keras, dan optimis dalam suatu
keadaan apapun. Waktu di PP. Langitan beliau banyak melakukan tirakat, seperti
memasak sendiri, melakukan ibadah puasa sunnah dan lain-lain. Di sana belaiu
juga sempat menjadi khadam (pembantu dalem) kyai. Hal ini sampai menjadi jargon
beliau dalam menasehati santri MBS (Mamba’us Sholihin), yakni “nek mondok ojo
belajar tok, tapi nyambio ngabdi nang pondok iku”. Dengan penuh keihlasan dan
kesabaran, beliau jalani semua kehidupan diatas demi mendapatkan ilmu yang
manfaat dan barakah.Ditengah-tengah
menimba ilmu di Langitan, teatnya pada tahun 1976 M atau pada saat beliau
berumur 29 th, KH. Abdullah Faqih langitan menyuruh kyai MAsbuhin untuk
berjuang di tengah masayrakat Suci bersama-sama dengan abahnya.
KH. Faqih
langitan sudah yakin bahwasannya santrinya ini sudah cukup ilmuya untuk
berda’wah dan mengajar di masyarakat. Wak demi waktu berlalu, proses berda’wah
terus berjalan dan berkembang pesat. Dengan perkembangan itu KH. Abdullah Faqih
disuruh untuk membuat pesantren oleh beberapa guru beliau agar proses berda’wah
tersebut lancar. Bersama-sama dengan Anak-anaknya mereka mendirikan suatu
pondok yang diberi nama PP. At-Thohiriyyah, yang mana dengan filosofi berada di
desa Suci.KH.
Masbuhin pada waktu itu masih pulang pergi dari langitan ke -Suci. Beliau masih
beranggapan bahwa menimba ilmu di langitan belum sempurna kalau tidak dengan
wakt yang lama. Inilah salah satu kelebihan beliau, yakni haus akan ilmu
pengetahuan agama Islam. Tepat pada tahun 1980 M, beliau sudah mendapat restu
untuk meninggalkan pondok pesantren Langi. Dengan itulah beliau sekarang harus
berkonsentrasi dalam msngurus PP. At-Thohiriyyah bersama dengan abahnya. Tepat
pada tahun ini juga PP. At-Thohiriyyah dirubah menjadi PP. Mamba’us Sholihin,
keadaan ini sesuai dengan usulan KH. Usman Al-Ishaqi. Karena nama suatu pondok
dirasa mempunyai arti dan harapan yang penting.Perjungan
KH. Masbuhin dalam memajukan pondoknya tidak kenal lelah. Setahap demi setahap
pembangunan pondok dilakukan, mulai dari komplek sampai sekolahannya. Dengan
relkasi yang cukup banyak, beliau mampu membuat MBS (singkatan dari Mamba’us
Sholihin) lebih maju baik itu gedungnya maupun kualitas sumber daya manusia di
dalamnya.Tepat
pada tahun 1997 M, suasana duka menyelimuti pondokj pesantren dan masayrakat
desa Suci. Abah beliau meninggal dunia pada umur 77 tahun. sosok suri tauladan
dan landasan perjuanagn beliau sudah tidak ada. Dengan keadaan itulah beliau
harus membawa MBS menggantikan abahnya.
Dengan
kegigihan dan perjuangan keras dalam berda’wah menyebarkan agama ISlam, KH.
Masbuhin menjadi ulama’ yang terkenal, tidak di Indonesia saja tapi samapi ke
luar negeri khususnya di negeri Hadaramaut Yaman. Beliau sangat mencintai dan
mengagungkan para dzuriyyah rasulullah SAW. HAl inilah yang menjadikan beliau
terkenal di negara tersebut. Dengan sifat tersebut pula, apabila ada habaib
dari yaman yang datang ke Indonesia maka beliau meminta agar bisa menyempatkan
mampir ke pondok MAmba’us Sholihin walaupun sebentar.Selain
berda’wah menegakkan agama ISlam beliau juga berkecimpung dalam dunia politik.
Tepat sebelum pemilu raya 2009, para ulama’ Indonesia bersatu untuk membuat
partai, hal ini dilakukan demi pertsatuan dan perkembangan bangsa Indonesia
yang agamis dan syar’i, maka lahirlah PKNU (PArtai Kebangkitan NAsional
ULama’).Dalam partai
inilah beliau ikut andil dalam percaturan politik. Hal ini tidak lain karena
peran ulama’ begitu besar di mata masyarakat. Dalam mengikuti arus politik
beliau sering jadi panutan dan sumber nasehat oleh para pejabat baik itu tingkat
daerah maupun nasional.Dalam
mengarungi bahtera kehidupan, beliau didampingi seorang isteri yang ta’at dan
setia sehidup semati, nama beliau Nyai Hj. Mas’aini. Kehidupan syaih dan
isterinya mempnyai sejarah yang luar biasa, dua pasangan kekasih ini walaupun
sudah menikah dan mempunyai anak mereka tetap saja nyantri di pondok Langitan.
Dari pernikahan ini beliau dikaruniai oleh Allah SWT 12 anak, 9 putra dan 3
putri. Semoga Allah memberikan rahmat dan keselamatan terhadap mereka semua
dalam kehidupan dunia dan akhirat. Amin….Profil Pondok
Pesantren Mamba'us Sholihin
I. Letak
Geografis PPMS
Mambaus
Sholihin adalah sebuah institusi yang terletak di kawasan pegunungan Suci,
bersuhu udara cukup hangat, ± 25 °C. Kawasan ini berada kurang lebih 3 Km dari
terminal Bunder (jalur utama Surabaya-Jakarta). Dan 2 Km dari Pertigaan Desa
Tenger Sukomulyo yang terletak di jalur pantura ini termasuk kawasan yang cukup
makmur ekonominya. Dengan sumber daya alamnya serta pasokan air yang melimpah ruah,
(konon merupakan sumber mata air yang muncul pada saat Kanjeng Sunan Giri
hendak berwudhu), merupakan aset yang sangat berharga bagi masyarakat sekitar
dan juga bagi Pesantren.Mambaus
Sholihin berdiri di areal perkebunan cukup luas, yang dipisahkan oleh ruas
jalan utama Bunder-Tenger menjadi dua bagian, untuk kompleks Putra di sebelah
barat jalan, dan untuk kompleks Putri di sebelah timur jalan, pemisahan ini
menjadikan situsasi yang kondusif dan memudahkan pengaturan antara santri Putra
dan Putri. Mengingat letaknya yang strategis (tepat disebelah jalan utama) dan
mudah dijangkau dari berbagai penjuru, menjadikan Mamba'us Sholihin adalah
sebuah institusi yang tergolong cepat perkembangannya .II. Sejarah
Pendirian PPMSPondok
Pesantren Mamba'us Sholihin dirintis oleh ayahanda KH. Masbuhin Faqih, yaitu Al
Maghfurlah Al Mukarrom KH. Abdullah Faqih Suci sekitar tahun 1969 yang pada
mulanya berupa surau kecil untuk mengaji AI-Qur’an dan Kitab Kuning di
lingkungan desa Suci dan sekitarnya.Pada tahun 1976 Al Mukarram KH. Masbuhin
Faqih (putra pertama KH. Abdullah Faqih Suci) yang baru mendapatkan restu dari
Al Mukkarrom KH. Abdullah Faqih Langitan untuk berjuang di tengah masyarakat,
namun beliau masih mempertimbangkan kembali untuk mendirikan sebuah Pesantren,
meskipun pada saat itu semangat beliau untuk mendirikan Pesantren sangat besar.
Hal ini didasari oleh perasaan khawatir beliau akan timbulnya nafsu حب التلاميذ,
karena mendirikan pondok harus benar-benar didasari oleh ketulusan hati untuk
Nasrul Ilmi (untuk menegakkan Agama Allah), bukan atas dorongan nafsu, apalagi
punya keinginan mendapatkan santri yang banyak. Berkat dorongan dari guru-guru
beliau yaitu KH. Abdul Hadi Zahid, KH. Abdullah Faqih Langitan, KH. Abdul Hamid
Pasuruan, KH. Usman Al-Ishaqi, serta keinginan luhur beliau untuk Nasrul Ilmi,
maka didirikanlah sebuah pesantren yang kelak bernama Mamba'us Sholihin. Adapun
dana pertama kali yang digunakan untuk membangun pondok adalah pemberian guru
beliau, KH. Abdullah Faqih Langitan. Pada saat pendirian Pesantren, KH.
Masbuhin Faqih masih menimba serta mendalami ilmu di Pondok Pesantren Langitan.
Sebelum
Pesantren Mamba'us Sholihin didirikan, Al Mukarrom KH. Abdullah Faqih Langitan
sempat mengunjungi lokasi yang akan digunakan untuk membangun Pesantren.
Setelah beliau mengelilingi tanah tersebut, beliau berkata kepada KH. Masbuhin
Faqih, “Yo wis tanah iki pancen cocok kanggo pondok, mulo ndang cepet
bangunen”.("Ya sudah, tanah ini memang cocok untuk dibangun pondok
pesantren, maka dari itu cepat bangunlah"). Tidak lama kemudian beberapa
Masyayikh dan Habaib juga berkunjung ke lokasi tersebut,. Diantara Habaib dan
Masyayikh yang hadir yaitu KH. Abdul Hamid (Pasuruan), KH. Usman Al-Ishaqi
(Surabaya), KH. Dimyati Rois (Kaliwungu), Habib Al Idrus dan Habib Macan dari
Pasuruan.Pada
tahun 1402 H atau tepatnya pada tahun 1983 M, barulah dilakukan pembangunan
Musholla Pondok Pesantren Mambaus Sholihin (sekarang merupakan Pondok Barat).
Saat itu KH. Masbuhin Faqih sedang menunaikan lbadah haji yang pertama. Adapun
yang menjadi modal awal pembangunan ini berasal dari materi yang dititipkan
kepada adik kandung beliau (KH. Asfihani Faqih) yang nyantri di Pondok
Pesantren Romo KH. Abdul Hamid Pasuruan.Pada
saat itu KH. Asfihani Faqih turun dari tangga sehabis mengajar, tiba tiba ada
seseorang yang tidak dikenal memberikan sekantong uang, kemudian beliau pergi
dan menghilang. Pada pagi harinya KH. Asfihani di panggil oleh KH. Abdul Hamid
Pasuruan, beliau berkata “Asfihani saya ini pernah berjanji untuk rnenyumbang
pembangunan rumah santri (jama’ah) tapi hari ini saya tidak punya uang, Yai
silihono dhuwit opo'o nak !”. kemudian KH. Asfihani menjawab "saya tadi
malam habis mengajar di beri orang sekantong uang, dan saya tidak kenal orang
tersebut”. KH. Abdul Hamid berkata “ Endi saiki dhuwite ndang ayo di itung”.
Lalu KH. Asfihani mengambil uang tersebut dan dihitung sebanyak Rp. 750.000,-.
Yang pada akhirnya KH. Abdul Hamid Pasuruan memberi isyarat, bahwa yang
memberikan uang tersebut adalah Nabiyullah Khaidir AS (Abul Abbas Balya bin
Malkan), kemudian KH. Abdul Hamid Pasuruan berkata pada KH. Asfihani “Nak,
saiki muliyo. Dhuwit iki ke’no abahmu kongkon bangun Musholla”.Suatu
kisah yang tak kalah menarik, adalah saat Pondok induk dalam taraf penyelesaian
pembangunan, Hadrotus Syaikh KH Abdul Hamid Pasuruan datang dan memberi sebuah
lampu Neon 40 Watt 220 Volt untuk penerangan Pondok Pesantren Mamba’us
Sholihin. Padahal saat itu listrik belum masuk desa Suci. Mengingat yang memberi
termasuk kekasih Allah, maka Pengasuh Pesantren yakin bahwasannya ini merupakan
sebuah isyarat akan hadirnya sesuatu. Dan ternyata tidak berselang lama,
tepatnya pada tahun 1976, masuklah aliran listrik ke desa Suci, dan rupanya
Neon ini merupakan isyarah akan tujuan pondok pesantren Mambaus Sholihin.Pada
pembangunan Tahap selanjutnya, KH. Agus Ali Masyhuri (Tulangan Sidoarjo)
membeli sepetak tanah yang baru diberinya dari salah seorang anggota Darul
Hadits, yang kemudian tanah yang terletak disebelah Masjid Jami' Suci
"Roudhotus Salam" itu menjadi bakal dari Pesantren Putra Mamba'us
Sholihin.III.
Asal Mula
Nama Pondok Pesantren Mamba'us SholihinAsal
mula pondok ini diberi nama “At-Thohiriyah”. Mungkin oleh Pendiri dan Pengasuh
di sesuaikan dengan nama desa tempat Pondok Pesantren ini didirikan, yaitu desa
Suci. Sedang nama Madrasah saat itu adalah Roudhotut Tholibin. Ini disesuaikan
dengan nama masjid Desa Suci "Roudhotus Salam”.Karena
nama mempunyai makna yang penting, maka untuk memberi nama perlu perhatian dan
pemikiran yang khusus, serta pemikiran nurani yang jernih dan membutuhkan
petuah dari sesepuh yang benar-benar makrifat pada Allah.Suatu
saat K.H Abdullah Faqih sowan pada guru Mursyid beliau untuk memohonkan nama
yang cocok untuk Pesantren yang telah berdiri, oleh Al Alim Al Allaamah
Al-‘Arif Billah Hadrotus Syaikh K.H Ustman Al-Ishaqi diberi nama “Mamba'us
Sholihin“ (yang bermakna sumber orang-orang Sholeh)." Nama ini dimudlofkan
pada isim fa’il, Insya Allah kelak santri yang mondok di Pesantren ini akan
menjadi anak yang sholeh meski kurang pandai", begitulah fatwa beliau.
0 comments