Monday, July 23, 2018

Nyantri (Nyandang Tresno Jalarane Ati)



Nama santri sudah menjadi familiar di tengah masyarakat komplek. Karena pesantren pada umumnya telah memenuhi kriteria dalam mengamalkan panji-paji Islam serta mampu mengembangkan efektivitasnya dalam masyarakat sebagai pengabdi atau pelayan masyarakat.  Dari beberapa aspek kehidupan  masyarakat dari kesantriannya di pesantren mulai beberapa kegiatan yang santri lakukan sebagai identitasnya.
Pesantren terlibat dalm proses penciptaan tata nilai yang memiliki dua unsur utama: yaitu peniruan dan pengekangan. Unsur pertama, yaitu peniruan, adalah usaha yang dilaksanakan terus-menerus secara sadar untuk memindahkan pola kehidupan para sahabat Nabi Saw dan para ulama salaf ke dalam praktek kehidupan di pesantren. Tercermin dalam hal berikut; ketaatan beribadah ritual secara maksimal, penerimaan atas kondisi materil yang relatif serba kurang, kesadaran kelompok yang tinggi.
            Unsur kedua, pengekangan,  memiliki perwujudan utama dalam disiplin sosial yang ketat di pesantren. Kesetiaan tunggal kepada pesantren adalah dasar pokok disipllin ini, sedangkan pengucilan yang dijatuhkan atas pembangkangnya merupakan konsekwensi mekanisme pengekangan yang dipergunakan.
            Disamping topongan moril dari seorang kyai bagi kehidupan pribadinya. Kriteria yang biasanya digunakan untuk mengukur kesetiaan seorang santri kepada pesantren adalah kesungguhanya dalam melaksanakan pola kehidupan yang tertera dalam literature fiqh dan tasawuf. Salah satu bentuk penerapan kreteria ini adalah sebuah sebutan “ahli maksiat” bagi semua santri yang melanggar dan dikucilakan.
Dengan begitu santri tak akan bisa lepas dengan sosok yang dikultuskan oleh seorang pengasuh (Kiai) yang sangat erat dengan istilah Barokah atas proses belajar dan menggali pengalaman pesantren. Pada taraf pengalaman pun santri telah banyak mencicipi problematika lautan massa dengan menjadi seorang pelopor atau sebagai regenerasi pemimpin. Dan lebih dekatnya sangat dekat dengan orang lemah. Karena dengan sebuah tata nilai kesederhanaan di pesantren yang  mampu menjadi pandangan hidup seorang santri.
Dalam beberapa aktualisasi imu beramal sholeh selalu dengan maqolah Ulama “ Wa bil khidmati Irtafau, Wa bil khurmati Intafau” bagaimana menjadi seorang bermanfaat  bagi orang lain, tak lebih. Santri telah mencapai kejayaannya yang mempunyai pandangan berkat pengalaman dari cakrawala luas dan pendalaman ngaji di Pesantren.
Secara gradual penerapan ilmu yang ada dipesantren baik itu melalui pengajaran dan perwujudan pada sang Kyai menjadi sautu intensitas yang tak pernah padam oleh sautu zaman. Dengan beberapa tantangannya tentunya pesantren tetap menjaga sautu keilmuan dan tradisi untuk tetap mampu memberi ruang gerakan pada solidaritas menggali ilmu dan khazanah pesantren. Sejalan dengan itu, maka tak heran sosok panutan adalah kebaikan yang menyerapi dalam lautan kalbu.  Dan akan menjadi kekuatan penuh atasnya dengan apa yang telah Pram katakan “ kaum terpelajar harus ikuti kata hati”  santri telah menjalaninya dan memberkatinya dengan eksistensinya di masyarakat. Maka Apapun status dan profesinya santri tetap dengan Nyantri, nyanding tresno ati

Load disqus comments

0 comments